..BERCERMIN DIRI..
Menutupi Kelemahan
————————————————————————————–
Sekelompok anak bermain-main di sebuah
sungai yang airnya mengalir cukup deras. Namun di sisi kanannya air
kelihatan tampak tenang, menandakan kalau dibagian itu cukup dalam.
Seorang yang tampak lebih dewasa alias pendamping bagi anak-anak berusia
sekolah menengah itu menyuruh anak-anak berhati-hati saat mandi di
bagian yang dalam.
“Hati-hati kalian, di situ dalam. Lebih baik kalian mandi di sini.”
Perintahnya dengan serius. Ia lah yang memimpin anak-anak itu ke
sungai. Anak-anak meminta bermain ke sungai untuk berekreasi setelah
mengikuti latihan rapai (seni musik dari Aceh dengan alat musiknya
berupa rebana).
Namanya anak-anak, mereka tetap saja
membandel. Beberapa menaiki tebing sungai, lalu melompat satu persatu.
Pendamping hanya terpelongo, tampak sekali wajah kekhawatirannya
terpasang dan berjalan bolak balik sambil menahan kesal.
“Hei… ke ujung lagi lah kalian, kalau segitu aku pun berani.” Teriak salah seorang anak berambut ikal. “Percuma lah kalian anak kampung. Berenang pun nggak bisa.” Teriaknya lagi sambil berdiri di daratan.
“Sini lah kau mandi.” Balas teman-temannya sambil menceburkan diri kembali. Lalu secepat-cepatnya mereka mengayuh tangannya menepi.
“Ah, tanggung kali airnya, aku nggak terbiasa mandi di tempat yang nggak dalam kayak gini. Gak puas aku berenang.” Jawab anak berambut ikal lagi sambil berkacak pinggang.
Pendamping yang berdiri di dekat anak berambut ikal menatapnya. “Emang kau bisa berenang?”
“Ya bisa lah… berenang koq nggak bisa.” Jawabnya tanpa menoleh ke pendamping.
“Ya udah, kenapa kau nggak mandi.”
“Sebentar lagi bang, belum mood aku.” Jawabnya lagi.
Pendamping lalu kembali mengawasi anak-anak yang berenang. “Hei… udah kubilang jangan kesana, di sini aja kalian berenang. Nanti bisa tenggelam kalian.” Teriaknya
lagi. Pendamping tampak semakin khawatir kalau terjadi apa-apa. Dialah
yang bertanggungjawab terhadap keselamatan mereka.
Anak-anak seperti tidak punya rasa letih,
mereka terus melompat, menepi, lalu memanjat tebing lagi, menceburkan
diri, menyelam dan menepi. Sesekali mereka mengejek temannya yang tak
berani naik ke tebing.
“Byurrr…”
Seorang anak yang baru berusaha naik ke
tebing terpeleset dan jatuh ke sungai. Teman-temannya yang melihat
kejadian itu asyik menertawakannya. Tak disangka kemalangan sedang
menghampiri.
“Bang Edo… Bang Edo… tolong si Rizki. Dia tenggelam.”
“Bang Edo… Bang…” Anak-anak berteriak baik yang di tebing maupun yang di daratan.
“ANJING KALIAN!!!” Pendamping
menjawab teriakan anak-anak sambil melompat ke sungai. Ia berenang cepat
menyusul seorang anak berkulit gelap yang sudah megap dengan kepala
yang timbul tenggelam.
“Tenang aja kau. Lemaskan badanmu. Jangan bergerak-gerak.” Kata pendamping dengan nafas terengah-engah.
Tangan kiri Pendamping menyangga ketiak
anak itu sementara yang kanan mengayuh air agar bisa segera menepi.
Begitu sampai tepian. Ia pun langsung berdiri tegak dan memandang
anak-anak di tebing. Raut wajahnya masih menyimpan kekesalan. Di satu
sisi ia iba melihat anak yang hampir tenggelam.
Anak-anak tampaknya bisa mengartikan
gelagat tersebut dan perlahan mereka turun satu persatu. Sebagian ke
daratan dan sebagian yang lain mencebur ke sungai dangkal dengan salah
tingkah.
“Kan sudah abang bilang tadi. Kalian
tidak mau dengar. Kalau sampai mati salah satu dari kalian, apa kalian
mau bertanggung jawab hah!”
Pendamping mencoba menurukan emosinya, pandangannya pun beralih ke anak berambut ikal.
“Kau. Kenapa tidak kau tolong dia.”
“Aa… a…anu bang. Aku nggak bisa berenang.” Kata anak berambut ikal sambil tertunduk dan menahan malu.
Teman,
Walau ini kisah dari anak-anak namun ada
makna yang bisa kupetik sebagai cermin untuk memperbaiki diri baik dalam
bertutur kata maupun dalam bersikap.
Kadang kita sering berkata dusta hanya
untuk menutupi kelemahan diri yang tidak perlu disembunyikan. Kelemahan
yang kita tutupi dengan berkata seolah-olah kita mampu hanya akan
menjadi bumerang tidak hanya bagi diri kita. Namun orang lain juga bisa
kecipratan.
Kita merasa seolah-olah jatuh harga
dirinya jika orang lain tahu kelemahan kita padahal bagi orang lain
tidak ada maksud untuk merendahkan. Seharusnya kita sadar bahwa
kelemahan bukanlah untuk ditutupi, namun dicari caranya agar kelemahan
tersebut bisa dirubah menjadi kekuatan.
Dengan menyadari kelemahan sendiri, maka
kita akan berupaya mengatasinya. Boleh jadi jika rekan-rekan dan orang
terdekat mengetahui kelemahan kita, mereka akan membantu untuk mengatasi
kelemahan tersebut.
Begitulah analisa cetekku menyimpulkan. Apakah teman-teman punya pendapat lain dari kisah itu? Ditunggu ya masukannya…
Terima kasih kepada sumber BERMUTU : http://m4rp4un6.wordpress.com/2009/07/16/menutupi-kelemahan/
..INTROPEKSI DIRI..
Menerima Kelemahan Dapat Memperkuat Gambaran Diri
Kelemahan diri
adalah musuh diri kita sendiri yang kadang tampil dan kadang
bersembunyi. Banyak orang menutupi kelemahan diri dengan cara
masing-masing, ada yang tetap tampil tersenyum, ada yang mengalihkan
perhatian, ada yang mencari sumber kelemahan orang lain, yang jelas dan
pasti adalah manusia ingin tampil sempurna seseuai dengan status dan
kodratnya.
Jika kita telah mampu mengendalikan kelemahan kita sebaiknya itu
dipertahankan. Kelemahan dapat menjadi suatu sumber kekuatan dan
imajinasi untuk menggali kreatifitas dan ide cemerlang. Akan tetapi kita
harus berhenti mencela diri sendiri, maka kita akan lebih memperhatikan
faktor-faktor positif dalam kepribadian kita. Kita akan mencari hal-hal
dalam diri agar kita dapat menyukai diri kita. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga sifat optimis dan selalu introspeksi diri serta positif
thinking.
5 tips dibawah ini sedikit akan membantu kita dalam hal memperkuat gambaran diri :
1. Pelajari keterbatasan kita. Kita semua
(anda, saya, teman) pernah mengalami putus asa, baik secara fisik maupun
mental. Setiap pribadi mengalaminya secara berlainan. Ada yang bertahan
dibawah segala bentuk tekanan, tetapi ada pula yang roboh dibawah
tekanan yang lain. Berhentilah mencela dan mencaci diri sendiri, dan
lebih baik kembali pada kebiasaan mengakui keterbatasan kita.
2. Hormati keterbatasan kita. Sekali kita
sadar pada rasa putus asa, gunakan langkah ini untuk membantu diri kita
sendiri. Jangan memaksa diri kita melampaui batas-batas kemampuan,
hanya untuk membuktikan kepada orang lain bahwa kita pemberani !! . Ini
membutuhkan keberanian untuk membuat suatu keputusan atas diri kita
sendiri.
3. Ketangguhan. Pria seharusnya tidak merasa
harus menjadi pahlawan super yang jantan … kebanyakan karakter dari tipe
ini adalah kreasi khayal. Kadang-kadang masalah akan bertumpuk, dan
dalam keputusan kita merasa akan menangis. Pria tidak seharusnya
menangis. Bebaskan diri kita sendiri dari keyakinan seperti ini!! … maka
menangislah bila perlu. Buang sesal, ambil langkah.
4. Kesempurnaan. Wanita mempunyai atribut lain
yang lebih berharga daripada gambaran fisik yang dapat dilihat di
cermin. Bergerak dengan bebas dari suatu pemikiran kerdil yang
meninggalkan luka-luka pada gambaran diri kita. Kita tidak dapat
memendam luka-luka ini karena berakibat buruk pada akitivitas dalam
mengimajinasikan gambaran diri.
5. Selalu bersikap sungguh-sungguh terhadap diri sendiri.
Tidak ada satupun diantara kita menyukai teman yang tersenyum ketika
kita kaya, namun menghilang ketika kita miskin. Anda, saya, atau teman
mungkin juga pernah mengalami hal ini, disaat kita berhasil setengah
langkah .. naik derajat … bagaikan semut menyerbu gula, disaat kita
bangkrut atau tertimpa masalah setengah besar .. turun derajat …
bagaikan singa meninggalkan tulang belulang bangkainya. Jika kita hanya
mengagumi kekuatan sendiri dan membenci kelemahan, berarti kita tidak
bersikap tulus. Karena semua diberikan dengan 2 hal yaitu kekuatan dan
kelemahan, maka tuluslah menerimanya. Gambaran diri kita tidak akan
pernah kokoh, kita tidak akan pernah bahagia. Terimalah diri sendiri
ketika berada di titik terendah (dilihat sebelah mata/diremehkan bahkan
dicaci atau diolok), maka kita akan mempunyai suatu dasar untuk tumbuh
dan bahkan bisa lebih kuat karena penerimaan gambaran diri begitu
terikat dengan diri kita sendiri.
No comments:
Post a Comment